Hari Ini

I’m a loner, and ‘some’ of my cats ( Part I )

Update Tuesday, November 25, 2014 at 11:08 PM . Dalam topik Cats , Cats Story


Lulu


Well, sebenarnya aku bukan cat lover yang tau segalanya tentang kucing. Makannannya, kebersihannya, kesehatannya dan lain-lain yang cat lover wajib tahu, aku sama sekali nggak tahu. Yang jelas aku hanya suka kucing, suka biasa aja.

Dulu waktu masih kecil, tepatnya ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, saat itu aku berumur sekitar 6 atau 7 tahun, ada seekor kucing yang entah betina atau jantan yang selalu datang ke rumah. Bahkan waktu itu aku nggak tau apakah dia minta makan atau nggak. Yang pasti setiap aku atau beberapa saudaraku berada didekatnya dia selalu ngelus-ngelus kepalanya di kaki-kaki kami.

Ketika sudah dewasa aku baru ngerti kenapa dia dekat dengan kami, mungkin orang tua atau saudara-saudaraku memberinya makan. Saat itu aku memberinya nama, Becky. Warnanya seperti kucing-kucing biasa lainnya, abu-abu gelap belang hitam mungkin, entahlah.  Walaupun aku memberinya nama, tetapi yang namanya anak-anak, sekalipun aku nggak pernah memberinya makan,  perhatian, bermain, merawatnya. Nggak sama sekali. Waktu itu aku masih terlalu dini untuk mengerti bahwa hewan itu nggak hanya cukup memberinya nama saja. Entah sampai aku kelas berapa Becky masih berkeliaran disekitar rumah kami. Hingga suatu hari dia sama sekali nggak pernah muncul lagi. Pada saat itu perasaanku biasa saja, bahkan aku nggak tahu jika dia menghilang begitu saja.

Hingga ketika aku SMP, aku melihat di album lama dan melihat Becky nyempil di salah satu foto. Berdiri didekatku dan kakak perempuanku, kami sedang berdiri makan buah, salak atau jeruk mungkin. Ada perasaan yang aneh, tiba-tiba aku menangis mengingat Becky yang entah bagaimana kabarnya. Sakit! Itu yang aku rasakan. Kehilangan?? Mungkin.

 Pada saat SMP aku bersekolah di pondok, asrama tentu saja. Jauh dari rumah dan pulang hanya sesekali pada saat libur sekolah. Hal itu yang membuat aku menjadi nggak terlalu dekat dengan anak-anak sekitar tetangga dulu. Hampir setiap libur aku menghabiskan waktu hanya berdiam diri di rumah. Mungkin sudah sifatku yang lebih suka sendiri. Jujur aku lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca komik-komik, novel dan menonton film, bukan televisi! Hehehe well, buku dan film adalah hobiku. I’m a reader and movie watcher, a lot!! 
Sedihnya lagi teman-teman sebaya sekitar tetangga,pada pindahan semua. Masih di kota yang sama sih, hanya beda kampung. Lagi-lagi mungkin karena memang penyendiri dan ‘sedikit’nggak ramah, aku nggak pernah mengunjungi mereka begitu juga sebaliknya. Kota aku kecil, walaupun daerah pariwisata, tapi bagi aku hanya begitu-begitu saja nggak ada yang istimewa sama sekali. Nggak ada tempat yang bisa aku datangi. Nggak ada Mall nggak ada bioskop, taman bermain, tidak ada.

Teman SD? Hemm, mayoritas kota ku, Berastagi, bisa dibilang rata-rata nonmuslim. Waktu SD dikelas kalau nggak salah hanya 7-8 orang saja yang muslim. Artinya aku kurang akrab dengan teman SD yang lain. Sedih memang... hihihi. Tapi lagi-lagi aku sepertinya memang nggak mempunyai teman yang bias diajak bermain, bahkan dengan kakak perempuanku yang umurnya nggak jauh beda denganku, kami hanya terpaut sekitar setahun lebih. Ketika dia masih 7 bulan, ibuku sudah memiliki aku dikandungannya. Bukannya kami nggak dekat, kami cukup dekat, tapi aku nggak terlalu ingat kenapa waktu itu aku selalu sendiri.

Ketika aku SMA seekor kucing datang kerumah ketika aku libur sekolah, yang warnanya nggak jauh beda dengan Becky dulu, masih abu-abu gelap belang hitam. Dia sudah cukup besar. Sejak saat itu aku selalu memberinya makan setiap dia datang. Lagi-lagi saat itu, ketika sudah SMA pun aku masih sendiri, bahkan sedikit takut untuk keluar rumah, kenapa? Entahlah, sejak sekolah di pondok aku semakin tertutup dengan orang luar. Ini tentu saja bukan pengaruh karena aku bersekolah di pondok, di pondok aku termasuk orang yang periang, mempunyai banyak teman, bergaul, belajar bersama, bercanda. Namun sayang, teman yang aku punya berasal dari kota yang berbeda-beda. Nggak tahu kenapa jika aku bertemu dengan beberapa tetanggaku, aku mungkin sedikit hemmm... aku nggak pernah menegur mereka sama sekali, bahkan kepada yang lebih tua. Itu bukan sombong atau angkuh, menurutku aku takut atau apalah, aku nggak ngerti. Yang jelas, aku dari keluarga biasa-biasa saja, jadi nggak ada yang bisa kubanggakan hingga aku sombong dengan semua orang. Pada saat itu yang kutahu hanya berdiam diri di rumah, itu lebih baik.

Kembali ke kucing tadi, kami semakin dekat walaupun dia nggak tinggal dirumahku. Dia menginzinkanku untuk menyentuhnya dan membelainya. Hanya jam makan siang atau sore harinya dia datang. Aku memberinya nasi di campur dengan semua lauk yang ada dirumahku, sayuran, ikan, semua kucampur. Satu hal yang kuingat, dia suka tomat. Hahaha, ini serius. Dia suka tomat, tapi yang dimasak dengan makanan lain. Dia betina, itu kutahu ketika tiba-tiba suatu pagi kami menemukan 2-3 bangkai bayi kucing di dekat pembuangan sampah kami, yang tali pusarnya masih tersambung ke perutnya dan masih kotor berdarah bercampur tanah. Aku nggak jijik, karena memang aku bukan penjijik. Hanya satu yang kukatakan pada ibuku saat itu. ‘mungkin karena ini lahiran pertama, Buk! Jadi dia nggak pinter bersihin anaknya.’ Hemmm, Ibu malah nyerngit!!

Sayangnya Bapak nggak suka kucing. Karena selalu menginjak mobilnya hingga kotor. Karena itu setiap Bapak ketemu dengan si kucing Bapak selalu mengusirnya dengan sapu atau sapu lidi. Aku nggak ngelarang Bapak, walaupun diam-diam aku menangis nggak tega. Tapi teteap saja aku diam. Sifatku yang satu ini memang berlaku ke semua orang termasuk keluarga sendiri sepertinya. Pernah ketika aku memberinya makan, tiba-tiba dia berlari kencang ke luar halaman. Awalnya aku heran, ternyata Bapak keluar dari dalam rumah. Artinya kucing itu takut sekali dengan Bapak. Mencium bau Bapak aja dia udah lari kebirit-birit.

Sebenarnya Bapak bukan Bapak yang kejam dan menyeramkan. Bapak penyayang,  jarang sekali marah atau memukul kami, kecuali kalau benar-benar di luar batas. Aku pernah sekali di pukul dengan tali pinggang sangking nakalnya karena bertengkar dengan kakakku yang ketiga. Tapi ketika aku menangis kesakitan, Bapak ikut menangis dan minta maaf karena sudah menghukukmku seperti itu. Bapak adalah sosok Ayah yang lembut yang lebih mementingkan anaknya dari apapun yang ada didunia ini, hingga terkadang melarang kami ke luar kota untuk mengunjungi teman. Itu yang terjadi padaku, jadi makin sendiri kan? Dan tetap aku tidak bisa menolak, walaupun banyak teman sekolah yang ngajak main kerumahnya. Artinya aku tidak akan pernah punya teman selama sisa liburan.

Hingga suatu hari kesabaran Bapak habis. Bukan karena kelakuanku atau saudaraku yang lain, tapi karena si kucing yang selalu mengotori mobil Bapak dengan tapak kakinya semakin menjadi-jadi. Siang itu Bapak menyuruhku memanggil si kucing agar mendekat. Kemudian Bapak memasukkannya ke karung goni secara paksa dan membuangnya. Aku langsung lari ke kamar dan menangis sebisanya. Saat itu aku nggak memikirkan apa-apa, hanya menangis sedih. Sekarang aku baru menyesal, aku nggak memberinya nama. Ketika menulis ini aku ingat suaranya yang berteriak, mungkin minta tolong ketakutan, dan aku nangis. Iya, sekarang aku nangis ;-(

Sejak saat itu aku nggak ingin lagi beramah tamah dengan kucing yang ada dirumah, takut jika si Bapak akan membuangnya lagi. Dan sejak itu pula perlahan-lahan aku jadi sedikit takut dengan binatang. Jika ada ayam yang melintas, aku langsung menjauh, takut dipatok atau dicakar. Sayangnya itu berlaku juga dengan kucing. Aku takut jika terlalu dekat dengan kucing, lagi-lagi takut dicakar atau diterkam. Aku lupa, aku pernah sangat menyayangi kucing dan membelainya.
Pada saat di kost-an ketika kuliah aku bahkan sering menyiram kucing yang sering menjatuhkan jemuranku, dan mainin bajuku sampi kotor lagi.  Tria, temen kostanku sering marah kalau kucing-kucing dikostan mulai kusiram. Dia suka kucing, tapi bukan cat lover sepertinya. Karena dia memelihara kucing di rumahnya hanya sekedarnya saja. Tapi yang jelas dia memang suka kucing. Hehehe maaf Tri!

Jika main ke kostan temen yang ada kucingnya aku pasti langsung menjauh. Pernah ketika main ke kostan teman yang kucingnya ramah ke siapa, deketin aku, aku masih selalu takut. Suatu hari aku dan teman-temanku yang pada saat itu sedang makan nasi bungkus rame-rame memukul si kucing ramah karena mendekatiku. Zikri marah besar! Kalau selama ini aku selalu menyebut Tria maknya kucing, Zikri lebih bapak-bapak-bapaknya kucing.

Lalu aku sadar, aku memang sedikit kasar. Mengenang masa lalu, dulu aku suka kucingkan? Aku pernah nangis senangis-nangisnya karena kucing yang di buang Bapak, atau karena ngeliat foto Becky yang nyelip di album lama. Jujur saat itu aku merasa bersalah sama kucing di kost yang sering kusiram air kalau nggak ada Tria. Akhirnya sejak saat itu, aku nggak pernah lagi nyiram kucing yang gangguin jemuranku. Marah sih masih, paling aku ngedumel aja.

Beberapa bulan kemudian aku berkunjung ke rumah teman di Aceh, yang sekeluarga ciiiinnnttttaaaa kuucing. Di foto keluarganya bahkan si putih, nama kucingnya, nyempil. Bulunya memang putih semua, cantik! Ini yang mungkin aku bilang bener-bener cat lover. Apalagi ibunya Putri, tuan rumah, sayang banget sama si putih. Dimandiin, makanannya khusus kucing, dirawat, diperiksain ke Vet. Banyak pertanyaan waktu itu, pupnya gimana, tidurnya gimana??? Ternyata pas dikamar mandi Mak nya Putri nyuruh biar aku cepet di kamar mandi, aku bergegas dan keluar. Ternyata si putih lagi nunggu di depan kamar mandi. Takjub!!

Esok paginya abis shalat subuh si Tria dan Sasi temen kost satu lagi, udah gendongin si putih yang anteng aja. Ngapain?? Photoshot. Aku? Aku lebih milih diam ngeliat mereka foto-foto karena masih belum berani nyentuh kucing.



Foto sengaja dikerjain biar orangnya gak marah. Kan pagi baru bangun tidur, baru subuh, belum mandi. 





Aslinya mereka cantik-cantik kok! Nih


Oiy mata si putih unik, warnanya biru dan kuning, padahal umumnya kucing kampung kuning kan?? Takjub babak 2!!



Pulang liburan disana, aku jadi sedikit lebih memikirkan kucing. Kalau ketemu Zikri bahasnya kucing, hampir selalu kucing. Kalau ketemu kucing dijalan pasti merhatiin. Lambat laun aku jadi gak takut dekat dengan kucing, tapi belum berani nyentuh masih takut diapa-apain :-(

Hingga suatu hari liat acara di TV lokal, Tr**ns 7 On *****spot, lagi nayangin video kucing yang lucu-lucu. Kalian pasti tau, kitten lucu warna coklat yang digelitik perutnya terus dikagetin dia kaget, digelitikin di kagetin lagi. Pokoknya waktu itu si kitten cute nya setengah hidup!! Sumpah, luuuuuccccuuuuuuuuu sekaaallliiiii. Acaranya abis, aku tiba-tiba pengen punya kucing lagi.

Mau beli kucing?? Hemmmm keluargaku gak semampu itu J. Pulang kerumah, aku selalu samperin kucing yang numpang lewat. Awalnya ya pada lari kan? Ya jelaslah! Liar kan? Tapi aku tetep usaha, tiap ada kucing yang lewat aku deketin nyogok pakai makanan. Nasi campur tentu saja. Tidak lama-lama ada seekor anak kucing putih sedikit coklat dan hitam menghampiri. Kutaksir sekitar 4-5 bulanan lah (liat di Google).


Awalnya dia takut, tapi aku sedikit menjauh. Jadi dia bisa makan dengan tenang. Sekitar 3-4 hari begitu terus, lambat laun dia tidak terlalu takut lagi denganku malah mendekati kakiku dan mulai ngelus-ngelus kepalanya di kaki. Aku langsung kaget, penyakit lama takut diapa-apain kucing masih berlaku. Waktu si kucing ngelus-ngelus pergelangan kakiku, jari-jari kaki langsung mengkerut takut di gigit. Ambil HP langsung tanya ke Zikri, kucing itu bakal gigit atau nggak. Pak Zikri bilang, gak ada alasan yang gimana-gimana sampai kucing itu bisa gigit orang, paling yang begitu kalau diajarin dari kecil. Takutku berkurang, kucing itu masih ngelus-ngelus kepalanya aku diam aja, walaupun masih sedikit takut.


Masih ingat Bapak yang nggak suka kucing kan? Alhamdulillah waktu Bapak ngaji, Bapak denger kisah tentang seseorang yang imannya shalatnya sempurna tapi masuk neraka karena memukul kucing yang memakan makanannya. Nah, Bapak mulai sadar. Tau darimana? Jadi ceritanya waktu kita sekeluarga lagi makan sup ceker ayam, Bapak ngumpulin sisa tulang-tulangnya. Lha heran dong, nah terus aku tanya itu tulang mau diapain. Kata Bapak jangan dibuang, ini untuk kucing yang sering main di belakang rumah, terus Bapak ceritain tu kisahnya. Seneng dong aku, seenggaknya aku yakin kucing putih itu gak akan dipukul sama Bapak.

Beberapa minggu kemudian aku memberinya nama Lulu, tau darimana betina? Nggak tau, keliatan dari wajahnya dia cantik. Thats it! Makin hari ketakutanku dengan Lulu mulai berkurang, aku udah berani dekat, ambil foto sana sini, mancing dia masuk rumah, main ke kamar. Sayangnya Bapak sama Ibu belum ngijinin buat tinggal di dalam rumah. Makannya pun selalu, di luar rumah. Tapi aku rapopo.

Karena waktu itu masih kuliah di Medan, jadi aku gak bisa lama-lama di kampung. Apalagi sedang nyusun tugas akhir. Jadi sekali-kali aja pulangnya, cuman aku tetap berusaha sesering mungkin pulang biar bisa ngeliat Lulu. Lambat laun orang rumah mulai mengakui keberadaan Lulu, kalau Lulu ada, namanya sering di panggil-panggil. Lulunya sampai tau itu namanya, jadi kalau misalnya pas mau dikasih makan dia nggak ada, aku panggil namanya dia langsung datang. Makin lama aku makin sayang sama Lulu, kalau misalnya lagi di rumah pas malam mau tidur di kamar terus tiba-tiba hujan sering kepikiran Lulu.

Diam-diam aku sering keluar rumah ngecek Lulu. Biasanya dia sering tidur di kotak-kotak di garasi, kadang ada kadang nggak ada. Kalau ada aku sering sedih liat dia diluar, bukan apa-apa sodara. Berastagi itu dataran tinggi, suhunya dingin. Sedihnya, aku cuman bisa ngeliatin dia dari dalam jendela, senengnya Lulu tau aku ada didekatnya. Dia langsung dongak ke jendela, mata kami bertemu. Miris! Pupil matanya melebar, dia ngeong lirih. Haahhh that eyes. Aku orang yang paling nggak tegaan sedunia, mendekati cengeng iya. Paaaling gampang nangis, sangking gampangnya nangis, ketawapun aku ngeluarin air mata. Ngeliatin Lulu di luar kedinginan, besoknya kotak yang sering ditiduri Lulu aku tambahin sama handuk bekas yang udah robek.

Sampai disini aku juga belum bisa nyebut diriku cat lover, kenapa? Karena aku masih sebatas ngasih makan Lulu. Dari segi kebersihan, kesehatan, bermain, dll yang kucing butuhkan masih nihil.

Kontak fisik aku ke Lulunya juga masih kurang, aku belum berani ngelus dia, kalaupun nyentuh dia masih ragu-ragu alias sedikit takut, nyatanya kalau tangan aku mulai nyentuh kepalanya dia masih kaget, akunya lebih kaget. Kalau dia mendekat terus ngelus kepalanya ke kakiku, aku langsung menghindar. Tapi aku gak mau gitu terus kan? Besoknya kalau didekat Lulu, aku pakai kaos kaki, celana panjang, baju lengan panjang. Jadi sekiranya Lulunya mendekat terus ngelus kepalanya, aku ngerasa aman nggak dicakar atau digigit.

Pernah sekali aku nggak tau kalau dia ada dibelakangku, waktu itu pakai celana pendek. Dia nyakar kaki terus gigit kakiku. Aku memang gak terluka, karena gigitannya gak terlalu kencang, cakarannya yang lumayan berbekas cakaran merah walaupun gak berdarah. Aku jadi makin takut. Kalau Lulu mendekat, aku pasti langsung masuk rumah menjauh, walaupun dari dalam rumah aku tetap liatin di dari jendela. Momen itu yang paling aku gak bisa lupakan dan yang aku sesali. Lulu selalu tau aku ada di jendela, dia selalu ngeong lirih sambil liat ke arah jendela. Dengernya sedih. Haahhh..

Tugas akhir aku ada masalah, artinya aku bakal jarang pulang ke rumah. Tapi aku tetap pesan ke orang rumah tetap kasih makan Lulu kalau dia datang ke rumah. Kalau lagi telfonan sama Ibu, Ibu selalu bilang, kalau Lulu sering nerobos masuk rumah. Ibu pikir dia nakal mau ngambil makanan, taunya malah langsung masuk ke kamarku ngeong-ngeong. Padahal dia udah dikasih makan. Hemm waktu itu kangen Lulu.

Setelah masalah tugas akhir udah mulai mendingan and tinggal nunggu revisi dari dosen yang hobi ke luar kota, akunya pulang kampung kan. Ditinggal beberapa bulan Lulu udah gede. Dia udah pinter pacaran, tapi dia setia kok pacarnya itu-itu aja, kucing jantan warna orange muda, sedikit kuning. Ganteng memang, badannya kekar. Gantenglah! Aku kasih nama Garong, kenapa? Karena kalau Lulu aku kasih makan dia selalu nyempil di sebelah Lulu. Nanti kalau aku ada di dekat Lulu, dia selalu desis! Akunya langsung cemen!!

 Sering juga mereka kawin di depan rumah, kadang aku suka kesel Lulu dikawinin. Hehehe, biasanya pas lagi lawin gitu, aku panggil si Lulu. Lulunya nurut, langsung lari ke arahku, gak jadi kawin!! *smirk.

Sayangnya sampi dia sebesar itu pun aku belum berani nyentuh Lulu, kalau berdiri di dekatnya aman lah. Kadang Lulunya juga gak mau ngelus kepalanya ke aku, dia cuman duduk di sebelahku kadang tidur.


Lagi-lagi karena masih nyusun tugas akhir aku ke Medan lagi. Diluar pengawasan, pas pulang beberapa bulan kemudian Lulu udah berbadan dua.

 
Aku seneng, Lulu bakal lahiran. Sayangnya Ibu gak seseneng aku, kotak yang isinya kain yang selalu aku sedian untuk tidurnya Lulu nggak ada lagi. Sama Ibu sengaja di buang, kata Ibu nanti kalau lahiran bau, kotor, kutuan, darahnya berceceran. Aku langsung lemes. Tiap aku nyedian, lagi kain ama kotak, pasti langsung di buang Ibu. Akhirnya aku nyerah, diam-diam aku ngikutin Lulu kalau lagi tidur dimana, rupanya dia tidur di belakang rumah di bekas kandang ayam. Gpp lah, yang penting dia gak kehujanan.


Masa kehamilan Lulu dia makin manja, kalau gak berhasil masuk rumah dia naik ke atap rumah. Dari atas asbes dia sering ngeong-ngeong ngikutin aku kemana aja. Aku ke kamar, kamar mandi, nonton di ruang TV, ke dapur dia selalu ngikutin. Kadang kalau Ibu atau Bapak nggak ada di rumah, aku biarin dia masuk rumah.

Semenjak hamil, nafsu makannya membabi  buta. Dia sampai sering masuk dari jendela yang lumayan tinggi, kalau aku telat ngasih makannya. Disitu mungkin aku sedikit, bego! Aku malah mikir Lulu bakal keguguran kalau manjat-manjat gitu. Manjat-manjat memang sifat alami kucing kan?

Beberapa hari sebelum Lulu lahiran, Ibu sering kesal. Lulu sering masuk ke rumah tiap ada kesempatan. Dia masuk ke semua kamar yang pintu lemarinya terbuka. Terus masuk ke dalam lemari. Kata Ibu dia nyari tempat mau lahiran, jadinya tiap ada Lulu pintu dan segala sesuatu yang mungkin Lulu terobos di tutup serapat-rapatnya. Lulu gak pernah berhasil masuk lagi ke dalam rumah.

 Hingga suatu malam, tengah malam, Lulu mondar mandir di atas kamarku sambil ngeong yang agak lumayan bising. Semua orang di rumah udah tidur, karena takut Bapak marah, aku berdiri di atas tempat tidur. Kukumpulin semua benda yang bisa buat pijakan, selimut, bantal-bantal, guling, baju. Setelah kira-kira tanganku bisa meraih atap rumah, aku panggil Lulu lembut sambil kuusap-usap asbes dengan kedua tanganku. Berhasil! Suara ngeongnya nya Lulu makin mengecil. Tak lama diam. Tapi tiap kupanggil namanya dia nyaut. Setelah dia lebih tenang dan kalau di panggil gak nyaut lagi aku turun dan merebahkan badanku lagi sambil natap ke atas atap, Lulu masih disana.  Nggak tau kenapa aku nangis.

Besoknya Lulu nggak dateng-dateng ke rumah. Aku nyari di kandang ayam dia juga nggak ada. Dua hari kemudian tiba-tiba Lulu masuk nerobos masuk ke rumah sambil gigit bayi kucing. Warnanya hitam putih mungkin, aku kurang jelas. Karena Ibu langsung ngusir Lulu keluar. Aku kejar Lulu, Lulunya udah ngilang. Ngeliat anaknya aku nyesek lagi pengen nangis, tapi karna ada Ibu aku tahan.

Besoknya Lulu gak muncul lagi, dua hari kemudian Lulu nerobos lagi masuk rumah gigit bayinya yang warna bulunya persis bapaknya, orange. Aku udah sengaja biarin dia masuk, biar dia ke kamar. Sayang ketahuan Ibu.

Lulu ketakutan langsung ke luar, aku ngikutin dia. Ternyata dia masuk ke kandang ayam, sembunyi di bawah kayu-kayu dan karung goni. Aku denger anaknya mencicit. Air mataku udah gak kebendung lagi, aku nangis disitu. Aku langsung masuk ke rumah, maling satu ekor ikan aku kasih ke Lulu. Dia makan sampai habis. Aku duduk disitu, biarin kotor.

 Pengen ngelus Lulu, tapi belum berani. Aku kesal dengan diri aku sendiri, tangis aku semakin menjadi. Tak lama, aku beraniin ngulurin tangan buat ngelus Lulu. Nyatanya aku masih lemah, belum berani. Ngeliat tanganku yang keulur tapi aku tarik lagi, Lulu keluar malah ngelus-ngelus kepalanya di kakiku. Aku ngeliat bayi kucing yang mencicit tadi. Bayi kucingnya tinggal satu, yang warna orange. Warna hitam putih yang aku liat kemarin udah nggak ada. Aku makin nangis, pasti mati. Diluar cuaca lagi dingin-dinginnya, angin bertiup kencang-sekencangnya. Berastagi frozen.

Entah berapa hari kemudian, Lulu nggak pernah lagi gigit anaknya kemana-mana. Dia udah kayak dulu sering muncul di rumah, nggak ada tanda-tanda dari anaknya. Aku ke belakang rumah, meriksa tiap sudut kandang ayam anaknya nggak ada. Aku sedih, anaknya pasti gak bertahan hidup di cuaca sedingin ini tinggal diatas tanah yang dingin. Lagi-lagi aku nangis.

Beberapa bulan kejadian itu sudah agak terlupakan. Tugas akhirku selesai, aku wisuda. Aku jadi lebih sering di rumah nunggu ijazah keluar. Dan datanglah Ramadhan. Kebiasan dengan teman-teman pasti buka puasa bareng kan? Pertengahan Ramadhan aku ke Medan jumpain temen-temen. Besok malamnya aku yang nginep di rumah abg yang paling tua, kakak nomor tiga, kak Ance telfon.

Lulu mati tadi pagi di belakang rumah dekat kandang ayam. Pikiranku tiba-tiba kosong. Nggak ada suara geledek, nggak ada suara petir, gak ada hujan. Aku blank total. Mungkin kak mikir, ni anak kucingnya mati kok biasa aja dengernya, biasanya pasti udah nangis darah. Waktu itu aku gak ada perasaan lemas atau apa, cuman aku jadi mendadak diam aja. Kakak ipar aku tanya aku kenapa, mungkin waktu itu tampang aku biasa-biasa aja waktu bilang, Lulu mati. Malah kakak ipar aku yang kaget. Lho kenapa??? Tanyanya dengan suara keras. Aku menggeleng, sangking blank nya aku gak sempet tanya kak Ance, Lulu mati kenapa.

Besoknya aku langsung pulang. Diperjalanan aku ngutuk diri sendiri kenapa nggak tanyak Lulu mati kenapa. Di bus aku dengerin musik dari mp3 HP sambil pejamin mata. Bukan tidur, tapi bertanya-tanya Lulu kenapa. Hampir 3 jam di dalam bus, sampai juga di rumah. Begitu buka gerbang, di halaman pojok aku ngeliat gundukan tanah, itu pasti kuburan Lulu.

Ibu ngeliat aku dari dalam rumah, seperti biasa aku disambut Ibu. Disitu aku baru tanya, kenapa Lulu mati. Ibu bilang, malamnya dia baik-baik aja, masih ngeong minta makan seperti biasanya. Tau-tau paginya waktu Ibu ke belakang rumah, Lulu udah tergeletak nggak bernafas di depan kandang ayam. Bapak langsung ngangkat Lulu dan dikubur di pojok halaman rumah. Jadi aku bener, gundukan tanah yang aku liat tadi memang kuburan Lulu.

Sampai detik itu pun aku belum ngerasa apa-apa. Aku masuk kamar, terus mandi, terus makan. Pas makan, Ibu bahas Lulu lagi. Kata Ibu mungkin si Lulu mati keracunan.

Di Berastagi mata pencarian penduduk sini adalah bertani. Sayang orang tuaku tidak punya lahan, pekerjaan Bapak pensiunan PNS. Disekitar rumahku banyak ladang-ladang penduduk sekitar. Biasanya habis panen untuk beberapa hari ditinggal begitu saja, istirahat mungkin.

 Selama beberapa hari itu rumput mulai bertumbuhan. Biasanya petani menggunakan obat kimia ‘rondap’ untuk mematikan rumput-rumput yang ada di ladang. Jadi Ibu mikirnya Lulu makan rumput yang udah di rondap, malamnya kan dia baik-baik aja. Denger hepotesa Ibu, aku diam aja makan. Bapak malah bercanda, udah ziarah sana ke kuburan Lulu. Sayangnya candaan Bapak gak ngaruh sama sekali ke aku. Aku masih tetep diem. I felt nothing.

Sorenya pas lagi di kamar aku mainin HP, pas lagi mainin HP aku teringat Lulu. Mataku panas, perlahan air mata mulai mengalir, sepertinya air mata yang harusnya keluar dari hari-hari yang lalu, tumpah ruah saat itu.

Aku nangis sejadi-jadinya, sampai sedikit senggugukan. Pokoknya campur aduk, gak nyangka, jelas. Karena aku ninggalin Lulu hanya beberapa hari, malam hari sebelum dia mati pun kata Ibu masih baik-baik aja. Sampai malam aku berdiam di kamar, air matanya gak berhenti. Pembalasan beberapa hari terakhir.

Selang beberapa hari Lulu mati, aku mulai browsing sana-sini. Penyebab dia mati. Banyak penyebab yang kubaca, dari mulai penyakit kucing yang serius sampai penyebab yang biasa-biasa aja. Dari satupun yang kubaca nggak ada tanda Lulu yang mati tiba-tiba.

Tapi ada satu pelajaran penting yang cukup fatal aku lakuin buat Lulu. Makanannya Nasi campur ikan, ikan asin bahkan. Ternyata itu agak berbahaya buat kucing karena pencernaan kucing didesain bukan untuk nasi, kucing karnivora kan? Sedang ikan asin pasti mengandung garam. Banyak makan nasi dan garam membuat bulunya rontok dan beberapa penyakit pencernaan. Sering aku ngeliat Lulu kalau garuk-garuk bulunya berhamburan kemana-mana.

Apakah kebanyakan makan nasi dan ikan asin penyebab kematian Lulu? Aku nggak tau. Apa karena racun ‘rondap’? Aku nggak tau. Apa ada efek dari lahiran dia karena masih pertama dan umurnya masih muda sekitar 7-8 bulanan? Sampai detik ini aku nggak tau.

Sekarang di kalender HP dan kalender di meja aku nambah satu peringatan.


Jumat, 11 Juli 2014 Lulu died, at Ramadhan.






Tulis Komentar Kamu dibawah, pilih Name/URL atau pilih Anonymous.

1 Komentar untuk " I’m a loner, and ‘some’ of my cats ( Part I ) "
Jual Ikan Asin said...

kisah yang mengharukan.
aku juga suka memberi makan kucing
bahkan kadang aku bisa berhenti ditepi jalan kalau ngelihat ada kucing yang kelihatannya memprihatinkan.
memang sih kalau untuk makanan kucing mesti yang sesuai dengan kebutuhannya
kalu aku sih biasa memberi makan ke kucing, makanan kucing dari toko yang menjual makanan kucing

May 22, 2016 at 8:17 PM

Post a Comment

"Terima kasih sudah membaca blog saya, silakan tinggalkan komentar. Stay Positive"